Selamat Datang - Ahlan wa Sahlan - Walcome !

Perjalananmu ada di balik : "Ta'awudz, Basmalah, Tasbih, Tahmid, Tauhid, Takbir, Istighfar, dan Khauqolah".

17 Februari 2010

(Episode 2) Mengenang Amanah Yang Tersembunyi

Iqra, Amri, Amrullah

Ingatlah Saudaraku wasiat Ayahanda Guru Wesi Geni................
Bila gunungan kelir telah dibuat dari Besi Sembojo pertanda pertunjukan wayang terakhir..... yakni Kejadian sebenarnya pada diri manusia yang sekarang diatas bumi pulau ini, Harus di perlihatkan secara tuntas.

Tidak lagi bersanepo-sanepo sebagai pertanda bahwa"Perang Baratayudha" telah mulai disiapkan.
Gunungan wesi sebagai pertanda wayang terakhir........berarti Kisah sebenarnya harus dipertunjukkan, Untuk melihat Hukum, Terhukum, atau Menghukum.

Jika Gunungan Kulit, baru berwujud dari sari tanah melalui rumput dan ternak ....yang dikatakan hanya sebagai Lurah... Sedangkan

Bila gunungan Logam, Janji Sabdo Palon Nayo Genggong telah menuju ke barat pada akhir jaman ini.Dengan pertanda berikutnya sebuah gunung, akan mengiringkan peristiwa itu dengan letusannya! "Para Dewatapun bila mengingkari, akan termasuk...... TERHUKUM"......!

Renungkan Situasi dan Kondisi saai ini, dan Segeralah "MERAPAT". "Semut Hitam bertelur diatas Bara Api, maka muncul Burung Merak yang bersahabat dengan Buaya" Keonglah yang mengetahui Halnya, sebab matanya sebesar Kenong ( Gong ). Tikusnya bersenang-senang ngidung sebab PENJAGANYA hanya KUCING kurus saja. Keongpun melihat KATAK menguras lautan namun aneh kok mendapatkan BANTENG SERIBU (bukan IKAN PAUS), sedangkan penjaganya hanya KATAK saja. Akibatnya SEMUT MERAH mendemonstrasi GUNUNG MERAPI.

Hakekatnya : Mungkinkah Pohon Meranti Berbuah Delima ?

Silahkan saudara-saudaraku yang masih mengenang perjalanan Nur Alif merenungkan untuk diambil hikmahnya.........

Pesan wasiat ini disampai, Maret 1978 oleh Ayahanda Guru Wesi Geni 

dikutip ulang, 22 Juli 1998 oleh Pawang Biru 
dikutip ulang yang ke-2, 14 Februari 2010 oleh Purbojo

10 Februari 2010

Pengin Cerita .......

baratayudha.....barata yudha.....ba ra ta yudha.....
barata yu dha.....bara... ta ... yudha 

ada senyum & pasrah pada diri & orang2 yang dicintai.....
ada do'a untuk saudara-saudara yang sabar & yang sedang bermain dengan amarah... 

ada malu pada isyarat yang sangat jelas dihadapan aqli & qalbi karena harun tak kunjung datang
yang ada hanya menunggu ...karena semua makhluq menanggung qadarNya sendiri2 dg bekal yang ada
hanya menunggu sambil bersih2 jalan yang akan dilewati...... 

berbahagialah saudara2ku yang mampu mengenggam nafsu amarahnya karena Sang Khaliq 

terkadang ingin berbagi......
terkadang sirna karena semua menjadi ahli pikir & ahli ibadah... apalagi menjadi ahli sufi 

Mudah2an semua diberi keberkahan bagi saudara2ku yang beralas tulus & ikhlas dalam berakting! 

jadilah aktris & aktor yang disukai & dan dicintai Sang Maha Sutradara dengan senantiasa tersenyum....
Karena Ridha dengan QadarNya...... 

Ingatlah kisah Ibrahim dalam tiap episode2 saudara2ku karena disanalah saya menemukan makna skenarioNya yang sangat Mulia. 

terkadang pengin cerita.......



sedulurlanang wadon ..... yang duduk di khamalatul Arasy yang mau belajar bareng untuk musyawarah monggo lanjutkan....

yang tidak ya yang sabar.....


sementara via fb, nanti kalo udah minimal terrespon 8 dzikir, kita tentukan langkah selanjutnya.


http://www.facebook.com/profile.php?id=100000258040833

28 September 2009

The Beauty of Trouble



Masalah yang dihadirkan Allah kepada kita bisa menjadi UJIAN tapi bisa juga menjadi AZAB. Tergantung kita menempatkannya. Dan tergantung dosa-dosa kita. Mulai saat ini, dengan keyakinan penuh dari hati, marilah kita selalu berpikir positif terhadap masalah yang datang silih berganti. Karena masalah adalah ibarat kesulitan yang menghadirkan suatu keistimewaan.

Mari kita perhatikan lebih seksama beberapa tanda semesta berikut. Layang-layang bisa terbang tinggi justru ketika gerakan angin berani ia hadapi, melawan arah angin bukan searah mengikuti. Pohon bisa tumbuh subur tinggi justru ketika diberi pupuk yang bau bukannya diberi minyak wangi. Makan terasa nikmat, justru ketika sudah lapar berat. Minum terasa menyegarkan justru ketika haus kian tak tertahankan. Bahkan sang bintang pun bisa terlihat terang, justru ketika sang bintang berani muncul di antara kegelapan malam.

Bukan Masalahnya yang menjadi Masalah, tapi bagaimana sikap Anda ketika masalah itu hadir. Masalah itulah yang membuat Anda tetap berTAHAN dan berTUHAN.

24 September 2009

Penghulu Istighfar


Sayyidul Istighfar (Penghulu Istighfar)


Nabi Muhammad shollallahu ’alaih wa sallam merupakan teladan bagi orang-orang beriman dalam segala hal. Beliau teladan dalam hal dzikrullah (mengingat Allah). Sehingga suatu ketika Ummul Mukminin, Aisyah radhiyallahu’anhapernah memberi kesaksian.


عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ
كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَذْكُرُ اللَّهَ عَلَى كُلِّ أَحْيَانِهِ

Aisyah radhiyallahu’anha berkata: ”Nabi shollallahu ’alaih wa sallam senantiasa mengingat Allah dalam setiap keadaan.” (HR Bukhary 558)

Lalu dalam hadits yang lain putera Umar bin Khattabradhiyallahu’anhuma bersaksi bahwa beliau benar-benar menghitung dalam satu kali duduk dalam suatu majelis Nabi Muhammad shollallahu ’alaih wa sallam tidak kurang dari seratus kali memohon ampun dan bertaubat kepada Allah.



Ibnu Umar radhiyallahu’anhuma berkata: “Sesungguhnya kami benar-benar menghitung dzikir Rasulullah shollallahu ’alaih wa sallam dalam satu kali majelis (pertemuan), beliau mengucapkan 100 kali (istighfar dalam majelis): “Ya Rabb, ampunilah aku, terimalah taubatku, sesungguhnya Engkau Maha Menerima Taubat dan Maha Penyayang.” (HR Abu Dawud 1295)

Kebiasaan Rasulullah shollallahu ’alaih wa sallam berdzikirmengingat Allah dalam setiap keadaan serta memohon ampunan Allah menunjukkan betapa seriusnya beliau dalam upaya menjalin hubungan dengan Allah Rabbul ‘aalamien. Nabi shollallahu ’alaih wa sallam tidak ingin melewatkan sesaatpun tanpa mengingat Allah dan memohon ampunanNya. Nabi shollallahu ’alaih wa sallam ingin menunjukkan kepada para pengikutnya bahwa seorang yang mengaku beriman sudah sepatutnya memperbanyak mengingat Allah. Sebab semakin sering mengingat Allah berarti akan semakin tenteram hati seseorang.

الَّذِينَ آَمَنُوا وَتَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُمْ بِذِكْرِ اللَّهِ أَلَا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ

”(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingai Allah-lah hati menjadi tenteram.” (QS Ar-Ra’du ayat 28)

Ketenteraman Nabi shollallahu ’alaih wa sallam dan orang-orang beriman muncul ketika sedang mengingat Allah. Dan Allah menyuruh orang-orang beriman untuk mengingat Allah sebanyak mungkin. Tidak seperti orang-orang munafik yang tidak mengingat Allah kecuali sedikit sekali. Mereka tidak merasa perlu untuk sering apalagi banyak mengingat Allah. Mereka mengerjakan sholat dengan kemalasan dan dengan niyat untuk dilihat dan dipuji manusia. Pada hakikatnya orang-orang  munafik kalaupun mengingat Allah, maka mereka hanya dzikir dengan jumlah yang sangat sedikit dan tidak berarti.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اذْكُرُوا اللَّهَ ذِكْرًا كَثِيرً

”Hai orang-orang yang beriman, berzikirlah (dengan menyebut nama) Allah, zikir yang sebanyak-banyaknya.” (QS Al-Ahzab ayat 41)


إِنَّ الْمُنَافِقِينَ يُخَادِعُونَ اللَّهَ وَهُوَ خَادِعُهُمْ وَإِذَا قَامُوا إِلَى
 الصَّلَاةِ قَامُوا كُسَالَى يُرَاءُونَ النَّاسَ وَلَا يَذْكُرُونَ اللَّهَ إِلَّا قَلِيلًا

”Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allah, dan Allah akan membalas tipuan mereka. Dan apabila mereka berdiri untuk shalat mereka berdiri dengan malas. Mereka bermaksud riya (dengan shalat) di hadapan manusia. Dan tidaklah mereka mengingat Allah kecuali sedikit sekali.” (QS AN-Nisa ayat 142)


Lalu Nabi shollallahu ’alaih wa sallam merupakan hamba Allah yang gemar memohon ampunan Allah dan bertaubat kepadaNya. Nabi shollallahu ’alaih wa sallam ingin mendidik ummatnya agar selalu menghayati bahwa manusia selalu dalam keadaan banyak berbuat dosa. Sehingga manusia selalu membutuhkan ampunan Allah. Manusia selalu dalam keadaan cenderung menyimpang dari jalan yang lurus. Sehingga manusia perlu untuk selalu bertaubat (kembali) kepada Allah dan jalan Allah.

Maka Rasulullah shollallahu ’alaih wa sallam mengajarkan suatu lafal doa yang disebut Sayyidul Istighfar (Penghulu Istighfar). Nabi shollallahu ’alaih wa sallam memotivasi orang-orang beriman melalui lafal doa Sayyidul Istighfar. Barangsiapa yang setiap hari membiasakan dirinya membaca doa tersebut  dengan penuh keyakinan, maka Nabi shollallahu ’alaih wa sallam menjamin pelakunya sebagai penghuni surga di akhirat kelak.




Nabi shollallahu ’alaih wa sallam bersabda: “Penghulu Istighfar ialah kamu berkata: “Allahumma anta rabbi laa ilaha illa anta kholaqtani  wa ana ‘abduka wa ana ‘ala ‘ahdika wa wa’dika mastatho’tu a’udzubika min syarri ma shona’tu abu-u laka bini’matika ‘alaiyya wa abu-u bidzanbi faghfirli fa innahu laa yaghfirudz-dzunuuba illa anta (Ya Allah, Engkau adalah Rabbku. Tiada ilaha selain Engkau. Engkau telah menciptakan aku, dan aku adalah hambaMu dan aku selalu berusaha menepati ikrar dan janjiku kepadaMu dengan segenap kekuatan yang aku miliki. Aku berlindung kepadaMu dari keburukan perbuatanku. Aku mengakui betapa besar nikmat-nikmatMu yang tercurah kepadaku; dan aku tahu dan sadar betapa banyak dosa yang telah aku lakukan. Karenanya, ampunilah aku. Tidak ada yang dapat mengampuni dosa selain Engkau).”  Barangsiapa yang membaca doa ini di sore hari dan dia betul-betul meyakini ucapannya, lalu dia meninggal dunia pada malam harinya, maka dia termasuk penghuni surga. Barangsiapa yang membaca doa ini di pagi hari dan dia betul-betul meyakini ucapannya, lalu dia meninggal dunia pada siang harinya, maka dia termasuk penghuni surga.” (HR Bukhary 5831)

Ya Allah, jadikanlah kami hamba-hambaMu yang gemar mengingatMu, gemar memohon ampunanMu dan gemar bertaubat (kembali) ke jalanMu. Amin ya Rabb.-

Keberkahan Istighfar

KEBERKAHAN ISTIGHFAR  
2009-03-23 | 


Apa yang dipersepsikan manusia tentang kegunaan istighfar? Banyak di antara manusia mengira bahwa istighfar hanyalah sebuah permohonan ampun dan pengakuan atas laku dosa yang pernah diperbuat.Padahal, ada efek lain yang dimiliki oleh istighfar. Tapi, hal ini sering kali dialpakan banyak manusia. Cobalah minta kepada manusia untuk menyebut nama Allah SWT, Arrazzaq, misalnya, yang berarti Dia Yang Maha Memberi Rezeki.Kemudian minta sekali lagi kepada manusia yang sama untuk beristighfar. Maka, manakah di antara dua kebaikan ini yang lebih ia suka?

Banyak di antara manusia yang rupanya lebih menyukai menyebut nama Allah SWT, Arrazzaq, dibandingkan beristighfar. Itu mereka lakukan sebab mereka berharap rezeki berlimpah dari Allah SWT.Seandainya mereka tahu, dengan melazimkan istighfar, tidak hanya mereka yang akan mendapat ampunan Allah SWT. Mereka juga bakal mendapatkan banyak sekali keberkahan disebabkan istighfar yang mereka lakukan.

Dalam QS Nuh [71]: 10-13, Allah SWT berfirman, ``Maka, aku katakan kepada mereka, `Beristighfarlah kalian (mohonlah ampun kepada Tuhanmu) sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun, niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat, dan membanyakkan harta dan anak-anakmu, dan mengadakan untukmu kebun-kebun, dan mengadakan (pula di dalamnya) untukmu sungai-sungai. Mengapa kamu tidak percaya akan kebesaran Allah?``Tidakkah kita perhatikan dalam ayat ini bahwa istighfar tak hanya akan mendatangkan ampunan Allah SWT? Bahkan, istighfar mendatangkan beberapa keberkahan yang teramat luar biasa.

Istighfar dalam ayat-ayat di atas memberi manusia keberkahan berupa datangnya hujan lebat yang berarti rezeki melimpah, memperbanyak keturunan, harta yang berkah, dan memberikan manusia aset serta keindahan yang dalam ayat ini diwujudkan dalam bentuk kebun dan sungai.Bahkan, dalam sebuah hadis, Rasulullah SAW menyebutkan bahwa siapa orang yang terbiasa beristighfar, ia akan banyak mendapatkan efek keberkahan yang luar biasa bernilai.

``Barang siapa yang selalu beristighfar, Allah akan memberinya kelapangan dalam setiap kesempitannya. Dan, Allah akan membukakan jalan dari kesusahannya serta Allah akan memberinya rezeki dari yang tidak disangka-sangka.`` (HR Abu Daud dan Ibnu Majah).Tiga keberkahan istighfar yang disebutkan dalam hadis ini: kelapangan hidup, terbukanya jalan, dan rezeki, senantiasa datang dari jalan yang tak terduga. Subhanallah

Oleh Bobby Herwibowo

17 September 2009

KITAB AMALAN SANTRI

1.      Sholawat Istighotsah

الصّلاة و السّلام بعداد ما فى علم الله عليك و على الك يا سيّدي يارسول الله أغثني سريعا بعزّة الله

2.     Sholawat Nariyah

اللهم صل صلاة كاملة و سلم  سلاما تاما علي سيدنا محمد الذي تنحل به العقد و تنفرج به الكرب وتقضى به الحوائج و تنال به الرغائب و حسن الخواتم و يستسقى الغمام بواجهه الكريم و على اله وصحبه فى كل لمحة ونفس بعداد كل معلوم لك

3.     Sholawat Syifa’

اللهم صل علي سيدنا محمد صلاة طب القلوب ودوائها وصحة الأبدان وعافيتها ونور الأبصار وضيائها وقوت الأجساد و غدائها و على اله و صحبه و سلم



AYAT TUJUH (AYAT MUNJIYAT)
 
1. Surat At-Taubah: 51
قُلْ لَنْ يُصِيبَنَا إِلَّا مَا كَتَبَ اللَّهُ لَنَا هُوَ مَوْلَانَا وَعَلَى اللَّهِ فَلْيَتَوَكَّلِ الْمُؤْمِنُونَ(51)
2. Surat Yunus: 107
وَإِنْ يَمْسَسْكَ اللَّهُ بِضُرٍّ فَلَا كَاشِفَ لَهُ إِلَّا هُوَ وَإِنْ يُرِدْكَ بِخَيْرٍ فَلَا رَادَّ لِفَضْلِهِ يُصِيبُ بِهِ مَنْ يَشَاءُ مِنْ عِبَادِهِ وَهُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ(107)
3. Surat Huud: 6
وَمَا مِنْ دَابَّةٍ فِي الْأَرْضِ إِلَّا عَلَى اللَّهِ رِزْقُهَا وَيَعْلَمُ مُسْتَقَرَّهَا وَمُسْتَوْدَعَهَا كُلٌّ فِي كِتَابٍ مُبِينٍ(6)
 
4. Surat Huud: 56
إِنِّي تَوَكَّلْتُ عَلَى اللَّهِ رَبِّي وَرَبِّكُمْ مَا مِنْ دَابَّةٍ إِلَّا هُوَ ءَاخِذٌ بِنَاصِيَتِهَا إِنَّ رَبِّي عَلَى صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ(56)
5. Surat Al-Ankabut: 60
وَكَأَيِّنْ مِنْ دَابَّةٍ لَا تَحْمِلُ رِزْقَهَا اللَّهُ يَرْزُقُهَا وَإِيَّاكُمْ وَهُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ(60)
6.       Surat Faathir: 2
مَا يَفْتَحِ اللَّهُ لِلنَّاسِ مِنْ رَحْمَةٍ فَلَا مُمْسِكَ لَهَا وَمَا يُمْسِكْ فَلَا مُرْسِلَ لَهُ مِنْ بَعْدِهِ وَهُوَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ(2)
7.       Surat Az-Zumar: 38
وَلَئِنْ سَأَلْتَهُمْ مَنْ خَلَقَ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضَ لَيَقُولُنَّ اللَّهُ قُلْ أَفَرَأَيْتُمْ مَا تَدْعُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ إِنْ أَرَادَنِيَ اللَّهُ بِضُرٍّ هَلْ هُنَّ كَاشِفَاتُ ضُرِّهِ أَوْ أَرَادَنِي بِرَحْمَةٍ هَلْ هُنَّ مُمْسِكَاتُ رَحْمَتِهِ قُلْ حَسْبِيَ اللَّهُ عَلَيْهِ يَتَوَكَّلُ الْمُتَوَكِّلُونَ(38)


SURAT AL-HADID: 1 – 6
سَبَّحَ لِلَّهِ مَا فِي السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضِ وَهُوَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ(1)لَهُ مُلْكُ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضِ يُحْيِي وَيُمِيتُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ(2)هُوَ الْأَوَّلُ وَالْآخِرُ وَالظَّاهِرُ وَالْبَاطِنُ وَهُوَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ(3) هُوَ الَّذِي خَلَقَ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضَ فِي سِتَّةِ أَيَّامٍ ثُمَّ اسْتَوَى عَلَى الْعَرْشِ يَعْلَمُ مَا يَلِجُ فِي الْأَرْضِ وَمَا يَخْرُجُ مِنْهَا وَمَا يَنْزِلُ مِنَ السَّمَاءِ وَمَا يَعْرُجُ فِيهَا وَهُوَ مَعَكُمْ أَيْنَ مَا كُنْتُمْ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ(4)لَهُ مُلْكُ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضِ وَإِلَى اللَّهِ تُرْجَعُ الْأُمُورُ(5)يُولِجُ اللَّيْلَ فِي النَّهَارِ وَيُولِجُ النَّهَارَ فِي اللَّيْلِ وَهُوَ عَلِيمٌ بِذَاتِ الصُّدُورِ(6)


SURAT AL-HASYR: 22 – 24
هُوَ اللَّهُ الَّذِي لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ عَالِمُ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ هُوَ الرَّحْمَنُ الرَّحِيمُ(22)هُوَ اللَّهُ الَّذِي لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ الْمَلِكُ الْقُدُّوسُ السَّلَامُ الْمُؤْمِنُ الْمُهَيْمِنُ الْعَزِيزُ الْجَبَّارُ الْمُتَكَبِّرُ سُبْحَانَ اللَّهِ عَمَّا يُشْرِكُونَ(23)هُوَ اللَّهُ الْخَالِقُ الْبَارِئُ الْمُصَوِّرُ لَهُ الْأَسْمَاءُ الْحُسْنَى يُسَبِّحُ لَهُ مَا فِي السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضِ وَهُوَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ(24)


SURAT AL-AN’AM: 103
لَا تُدْرِكُهُ الْأَبْصَارُ وَهُوَ يُدْرِكُ الْأَبْصَارَ وَهُوَ اللَّطِيفُ الْخَبِيرُ(103)


SURAT YAA SIN: 82
إِنَّمَا أَمْرُهُ إِذَا أَرَادَ شَيْئًا أَنْ يَقُولَ لَهُ كُنْ فَيَكُونُ(82)


SURAT AL-MUJADILAH: 21
كَتَبَ اللَّهُ لَأَغْلِبَنَّ أَنَا وَرُسُلِي إِنَّ اللَّهَ قَوِيٌّ عَزِيزٌ(21)


DO’A PAKAIAN
اللهم اجعل نورا فى قلبى ونورا فى قبرى و نورا من بين يدي و نورا من خلفى
و نورا عن يمينى و نورا عن شمالى ونورا من فوقى و نورا من تحتي
و نورا فى سمعى و نورا فى بصرى و نورا فى شعرى و نورا فى بشرى
و نورا فى لحمى و نورا فى دامى و نورا فى مخى و نورا فى عظامى
اللهم اعظم لى نورا و اعطنى نورا واجعل لى نورا
سبحان الذى تعطف العز و قال به سبحان الذى لبس المجد و تكرم به
سبحان الذى لا ينبغى التسبيح إلا له سبحان ذى الفضل و النعم سبحان ذى الجلال و الإكرام


DO’A PERJALANAN
اللهم اجعلنا هادين مهتدين غير ضالين ولا مضلين سلما لأولياءك وحربا لأعدائك
نحب بحبك من احبك و نعاد بعداوتك من خالفك
اللهم هذا الدعاء و عليك الإجابة و هذا الجهد و عليك التكلان

SURAT ASY-SYURA: 15
اللَّهُ رَبُّنَا وَرَبُّكُمْ لَنَا أَعْمَالُنَا وَلَكُمْ أَعْمَالُكُمْ لَا حُجَّةَ بَيْنَنَا وَبَيْنَكُمُ اللَّهُ يَجْمَعُ بَيْنَنَا وَإِلَيْهِ الْمَصِيرُ(15)
1.               أَطـفأْتُ غَضَبَكَ بِلاَاِلَهَ اِلَّا اللهُ
2.               وَاسْتَجْلَبْتُ رِضَاكَ بِلاَاِلَهَ اِلَّا اللهُ
3.               وَاسْتقْضَيْتُ حَوَائِجِ مِنْكَ بِلاَاِلَهَ اِلَّا اللهُ


DO’A PENUTUP
لاَاِلَهَ اِلَّا اللهُ حَوَالَيْنَا حِصَارٌ مُحَمَّدٌ رَسُوْلُ اللهُ قُفْلًا وَ مِسْمَارًا لَااِلَهَ اِلَّا اللهُ مُحَمَّدٌ رَسُوْلُ الله
لَااِلَهَ اِلَّا اللهُ مُحَمَّدٌ رَسُوْلُ الله قَوْلًا وَ فِعْلًا إِنَّ بَطْشَ رَبِّكَ لَشَدِيدٌ وَاللَّهُ مِنْ وَرَائِهِمْ مُحِيطٌ
بَلْ هُوَ قُرْءَانٌ مَجِيدٌ فِي لَوْحٍ مَحْفُوْظٍ
صُمٌّ بُكْمٌ عُمْيٌ فَهُمْ لاَ يَرْجِعُوْنَ {} صُمٌّ بُكْمٌ عُمْيٌ فَهُمْ لاَ يَعْقِلُوْنَ
صُمٌّ بُكْمٌ عُمْيٌ فَهُمْ لاَ يَتَكَلَّمُوْن {} صُمٌّ بُكْمٌ عُمْيٌ فَهُمْ لاَ يُبْصِرُوْنَ
وَ صَلَّى اللهُ عَلَى خَيْرِ خَلْقِهِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَ عَلَى اَلِهِ وَ صَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ


SURAT AL-ISRAA’: 80-82
وَقُلْ رَبِّ أَدْخِلْنِي مُدْخَلَ صِدْقٍ وَأَخْرِجْنِي مُخْرَجَ صِدْقٍ وَاجْعَلْ لِي مِنْ لَدُنْكَ سُلْطَانًا نَصِيرًا(80)وَقُلْ جَاءَ الْحَقُّ وَزَهَقَ الْبَاطِلُ إِنَّ الْبَاطِلَ كَانَ زَهُوقًا(81)وَنُنَزِّلُ مِنَ الْقُرْءَانِ مَا هُوَ شِفَاءٌ وَرَحْمَةٌ لِلْمُؤْمِنِينَ وَلَا يَزِيدُ الظَّالِمِينَ إِلَّا خَسَارًا(82)


SURAT ASH-SHAFFAT: 180 – 182
سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُونَ(180)وَسَلَامٌ عَلَى الْمُرْسَلِينَ(181)وَالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ(182)


SURAT THOHAA: 21
قَالَ خُذْهَا وَلَا تَخَفْ سَنُعِيدُهَا سِيرَتَهَا الْأُولَى


SURAT YAA SIN: 36
وَجَعَلْنَا مِنْ بَيْنِ أَيْدِيهِمْ سَدًّا وَمِنْ خَلْفِهِمْ سَدًّا فَأَغْشَيْنَاهُمْ فَهُمْ لَا يُبْصِرُونَ


SURAT SHAAD: 35
قَالَ رَبِّ اغْفِرْ لِي وَهَبْ لِي مُلْكًا لَا يَنْبَغِي لِأَحَدٍ مِنْ بَعْدِي إِنَّكَ أَنْتَ الْوَهَّاب


SURAT AT-TAUBAH: 129
حَسْبِيَ اللَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ عَلَيْهِ تَوَكَّلْتُ وَهُوَ رَبُّ الْعَرْشِ الْعَظِيمِ


SURAT AL-A’RAF: 196
إِنَّ وَلِيِّيَ اللَّهُ الَّذِي نَزَّلَ الْكِتَابَ وَهُوَ يَتَوَلَّى الصَّالِحِينَ

TAUHID


Syeikh Abul Qosim Al-Qusyairy
Allah swt. berfirman:
“Dan Tuhan kamu sekalian adalah Tuhan Yang Esa. (Q.s. Al-Baqarah:163).
Rasulullah saw bersabda:
‘Ada seseorang dari generasi sebelum zaman kamu sekalian yang sama sekali tidak pernah beramal baik kecuali bahwa ia bertauhid saja. Orang tersebut berwasiat pada keluarganya, ‘Bila aku mati, bakarlah aku. dan hancurkanlah diriku, kemudian taburkan separo tubuhku di darat dan separonya lagi di laut pada saat angin kencang.’Keluarganya pun melakukan wasiatnya itu. Kemudian Allah swt. berfirman pada angin, ‘Kemarikan apa yang kamu ambil.’ Tiba-tiba orang tersebut sudah berada di sisi-Nya. Kemudian Allah swt. bertanya pada orang tersebut, Apa yang membebanimu sehingga kamu berbuat begitu?’ Dia menjawab, ‘Karena malu kepada-Mu.’ Kemudian Allah swt. mengampuni¬nya.” (H.r. Bukhari).
Tauhid adalah suatu hukum bahwa sesungguhnya Allah swt. Maha Esa, dan mengetahui bahwa sesuatu itu satu, bisa dikatakan tauhid pula. Dikatakan, Wahhadathu, apabila Anda menyifati-Nya dengan sifat Wahdaniyah. Seperti dikatakan, “Anda berani dengan si Fulan bila Anda dihubungan dengan sifat keberanian (syaja’ah).”
Dari segi etimologi (lughat) disebutkan, wahhada, yahiddu, fahuwa waahid, wahd dan wahiid. Seperti diucapkan: farrada fahuwafaarid, fard dan fariid. Akar kata Ahada, adalah wahada, kemudian huruf wawu diganti dengan hamzah, sebagaimana huruf-huruf yang di-kasrah dan di-dhammah diganti.
Makna eksistensi Allah swt. sebagai bersifat Esa didasarkan ucapan ilmu. Dikatakan, “Adalah Dzat Yang tidak dibenarkan untuk disifati dengan penempatan dan penghilangan.” Berbeda dengan ucapan Anda, manusia satu, berarti Anda mengatakan, `manusia tanpa tangan dan tanpa kaki’, sehingga dibenarkan hilangnya sesuatu dari organ manusia. Sedangkan Allah swt. adalah Ketunggalan Dzat.
Sebagian ahli hakikat berkata, “Arti bahwa Allah swt. itu Esa, adalah penafian segala pembagian terhadap Dzat; penafian terhadap penyerupaan tentang Hak dan Sifat-sifat-Nya, serta penafian adanya teman yang menyertai-Nya dalam Kreasi dan Cipta-Nya.”
Tauhid ada tiga kategori: Pertama, tauhid Allah swt. bagi Allah swt, yakni ilmu-Nya bahwa sesungguhnya Dia adalah Esa. Kedua, tauhidnya Allah swt. terhadap makhluk, yaitu ketentuan-Nya, bahwa hamba adalah yang menauhidkan dan menjadi ciptaan-Nya, atau disebut tauhidnya hamba. Ketiga, tauhidnya makhluk terhadap Allah swt. yaitu pengetahuan hamba bahwa Allah swt. Yang Maha Perkasa dan Agung adalah Maha Esa. Ketentuan dan Khabar dari-Nya, menegaskan bahwa Dia adalah Maha Esa. Semua wacana ini mengandung artian tauhid dalam ungkapan yang ringkas.
Dzun Nuun al-Mishry ditanya tentang tauhid, la berkata, “Hendaknya engkau ketahui bahwa kekuasaan Allah terhadap makhluk ini tanpa ada campur tangan; cipta-Nya terhadap segala sesuatu tanpa unsur luar; tak ada sebab langsung segala yang ada adalah ciptaan-Nya; ciptaan-Nya pun tidak ada cacat. Setiap yang terproyeksi dalam gambaran jiwamu (tentang Allah), maka Allah swt. pasti berbeda.”
Ahmad al Jurairy berkata, “Tidak ada bagi ilmu tauhid kecuali sekadar ucapan tentang tauhid saja.”
Al-Junayd ditanya seputar tauhid, jawabnya, “Menunggalkan Yang Ditunggalkan melalui pembenaran sifat Kemanunggalan-Nya, dengan Keparipurnaan Tunggal-Nya, bahwa Dia adalah Yang Maha Esa, Yang tidak beranak dan tidak diperanakkan, dengan menafikan segala hal yang kontra, mengandung keraguan dan keserupaan; tanpa keserupaan, tanpa bagaimana, tanpa gambaran dan tamsil. Tiada sesuatu pun yang menyamai-Nya, dan Dia Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” A1 Junayd berkomentar, “Bila akal para pemikir sudah mencapai ujungnya dalam tauhid, akan berujung pada kebingungan.” Saat kembali ditanya soal tauhid, al Junayd menjawab, “Suatu makna yang mengandung rumus-rumus, dan di dalamnya terkandung sejumlah ilmu. Sedangkan Allah sebagaimana Ada-Nya.”
Al-Hushry berkata, “Prinsip amaliah tauhid kita mendasarkan pada lima hal: Menghilangkan sifat baru (hadits); menunggalkan Yang Qadim; menghindari teman (yang mungkar); berpisah dari tempat tinggal; dan melupakan apa yang diketahui dan tidak.”
Manshur al-Maghriby berkata, “Tauhid adalah menggugurkan seluruh perantara ketika terliput oleh perilaku ruhani, dan kembali kepada perantara itu di sisi hukum, sebab kebajikan-kebajikan tidak akan merubah pembagian, apakah celaka atau bahagia.”
Al Junayd ditanya soal tauhidnya kalangan khusus. Ia berkata, “Hendaknya hamba menengadahkan di sisi Allah swt.; di mana urusan-urusan Allah berlaku di sana dalam lintasan hukum-hukum kekuasaan-Nya dalam arungan samudera tauhid-Nya, melalui fana’ dari dirinya, fana’ dari ajakan makhluk dan menjawab ajakannya, melalui hakikat Wujud-Nya, dan kemanunggalan-Nya dalam hakikat kedekatan pada-Nya, dengan cara menghilangkan rasa dan geraknya karena Tegaknya Allah swt. sebagaimana kehendak-Nya: yaitu sang hamba dikembalikan pada awalnya. Sehingga la sebagaimana adanya, sebelum dirinya ada.”
Al-Busyanjy ditanya tentang tauhid, “Tidak adanya keserupaan Dzat dan tidak adanya faktor penafian sifat,” jawabnya.
Sahl bin Abdullah ditanya soal Dzat Allah swt. Dia menjawab, “Dzat Allah swt. disifati dengan sifat Ilmu, tetapi tidak bisa diterka melalui jangkauan, tidak terlihat melalui mata di dunia. Allah swt. maujud melalui kebenaran iman, tanpa dibatasi, jangkauan dan penjelmaan. Mata akan memandang di akhirat rianti, yang ‘Tampak di kerajaan dan kekuasaan-Nya. Makhluk telah tertirai dalam mengenal eksistensi Dzat-Nya. Namun Allah swt. menunjukan melalui ayat-ayat-Nya. Hati mengenal-Nya, sedang akal tidak menemukan-Nya. Orang-orang yang beriman melihat-Nya dengan matahati tanpa adanya jangkauan dan penemuan ujungnya.”
Al-Junayd berkata, “Kata-kata paling mulia dalam tauhid adalah apa yang telah diucapkan oleh Abu Bakr ash-Shiddiq r.a, `Maha Suci Dzat Yang tidak menjadikan jalan bagi makhluk-Nya untukmengenal-Nya, kecuali dengan cara merasa tak berdaya mengenal-Nya’.”
Al-Junayd mengomentarinya, “Dimaksudkan oleh Abu Bakr ash-Shiddiq r.a. bahwa Allah swt. itu tidak bisa dikenal. Sebab rrienurut ahli hakikat, yang dimaksud dengan tak berdaya, adalah tak berdaya dari maujud, bukan tak berdaya dalam arti tiada sama sekali (ma’dum). Seperti tempat duduk, ia tak berdaya dari duduknya seseorang. Karena ia tidak bisa berupaya dan berbuat. Sedangkan duduk itu sendiri maujud di dalamnya. Begitu pula orang yang `arif (mengenal Allah swt.) tak berdaya dengan ma’rifatnya. Sedangkan ma’rifat itu maujud di dalam dirinya, karena sifatnya yang langsung. Menurut kalangan Sufi, `Ma’rifat kepada Allah swt. pada ujung terakhirnya adalah bersifat langsung. Ma’rifat yang dilakukan melalui usaha hanya ada pada permulaan, walaupun ma’rifat itu mencapai hakikat.’ Ash-Shiddiq r.a. sedikit pun tidak memperhitungkan ma’rifat yang disandarkan pada ma’rifat langsung, seperti lampu, ketika matahari terbit dan cahayanya membias pada lampu itu.”
Al-Junayd berkata, “Tauhid yang dianut secara khusus oleh para Sufi, adalah menunggalkan Yang Qadim jauh dari yang hadits, keluar meninggalkan tempat tinggal, memutus segala tindak dosa, meninggalkan yang diketahui ataupun tidak diketahui, dan Allah swt. berada dalam keseluruhan.”
Yusuf ibnul Husain berkata, “Siapa yang tercebur dalam samudera tauhid, tidak akan bertambah dalam waktu yang berlalu, kecuali rasa dahaga yang terus menerus.”
Ada seseorang berhenti, lantas bertanya kepada Husain bin Manshur, “Siapakah Tuhan Yang Maha Benar, sebagaimana yang ditunjukkan kaum Sufi?” Husain menjawab, “Dia-lah Sang Penyebab hidup manusia, dan Dia tidak disebabkan oleh apa pun.”
Al-Junayd berkata, “Ilmu tauhid memisah dengan eksistensinya, dan eksistensinya berpisah dengan ilmunya.”Al-Junayd berkata pula, “Ilmu tauhid melipat hamparannya sejak duapuluh tahun. Sedangkan manusia sama-sama membincangkan dalam hatinya.”
Dulaf asy-Syibly berkata, “Siapa yang melihat sebiji sawi ilmu tauhid, ia akan lunglai membawa sisa-sisa kulitnya, karena berat bebannya.”
Dulaf as-Syibly ditanya tentang tauhid yang hanya diucapkan melalui lisan kebenaran secara tersendiri. Beliau berkata, “Celaka Anda! Siapa yang menjawab tauhid melalui ungkapan ibarat, dia telah menyimpang. Dan siapa yang menjelaskan lewat isyarat, berarti pengikut dualisme. Siapa yang menunjukkan lewat isyaratnya pada tauhid, berarti ia penyembah berhala. Siapa yang bicara dalam tauhid, berarti ia alpa. Namun siapa yang diam dari tauhid, berarti dia bodoh. Siapa yang menganggap dirinya telah sampai kepada-Nya, berarti dia tidak sukses. Barangsiapa merasa dirinya dekat dengan-Nya, sebenarnya ia jauh dari-Nya. Siapa saja yang merasa menemukan-Nya, berarti telah kehilangan. Semua yang Anda istimewakan melalui pandang khayal Anda, dan Anda temukan melalui akal dalam pengertian yang lebih sempurna, maka sebenarnya semua itu terlempar dan tertolak pada Anda. Semua merupakan sesuatu yang dicipta dan terbuat seperti eksistensi Anda sendiri.”
Yusuf ibnul Husain berkata, “Tauhidnya orang khusus, yaitu tauhid itu total dengan batin, ekstase dan kalbunya. Seakan-akan ia berdiri di sisi Allah swt. mengikuti aliran yang berlaku dalam aturan-Nya dari hukum-hukum Qudrat-Nya, mengarungi lautan fana’ dari dirinya, hilangnya rasa karena tegak-Nya Al-Haq Yang Maha Suci dan Luhur dalam kehendak-Nya. Maka, sebagaimana dikatakan, bahwa la hendaknya berada dalam arus ketentuan Allah swt.”
Dikatakan, “Tauhid hanya bagi Allah swt, sedangkan makhluk hanyalah benalu.”
Dikatakan, “Tauhid berarti menggugurkan `keakuan’, karenanya jangan bicara: `bagiku, denganku, dariku dan kepadaku’.”
Abu Bakr ath-Thamastany ditanya, “Apakah tauhid itu?” Beliau menjawab, “Yaitu tauhid, muwahhad dan muwahhid, semuanya berjumlah tiga.”
Ruwaym bin Ahmad berkata, “Tauhid berarti melebur unsur-unsur kemanusiaan, dan manunggal dengan Ketuhanan.”
Saya mendengar Syeikh Abu Ali ad-Daqqaq r.a. berkata menjelang akhir hayatnya, di saat sakitnya mulai parah, “Salah satu tanda keteguhan hati, adalah memelihara tauhid dalam waktu-waktu ketentuan hukum.” Kemudian beliau berkata seperti seorang mufassir yang mengisyaratkan apa yang terjadi dalam perilaku ruhaninya, “Yaitu  Anda dipotong oleh gunting-gunting takdir, dalam pelaksanaan ketentuan-ketentuan, sepotong-sepotong, sedang Anda tetap bersyukur dan memuji.”
Asy-Syibly berkata, “Tak akan mencium bau tauhid, orang yang tergambar dalam dirinya sesuatu tentang tauhid.”
Abu Sa’id Ahmad al-Kharraz berkata, “Tahap mula bagi orang yang menemukan ilmu tauhid dan membenarkannya adalah fana’ dari ingatan atas segala hal dari hatinya, kecuali hanya kepada Allah swt.”
Asy-Syibly berkata pada seseorang, “Apakah Anda mengerti, mengapa tauhid Anda tidak sah?” Maka dijawab sendiri oleh asy-Syibly, “Karena Anda mencarinya melalui diri Anda.”
Ibnu Atha’ berkata, “Tanda-tanda hakikat tauhid adalah melupakan tauhid, yaitu bahwa yang berdiri tegak dengan tauhid hanya Satu.” Dikatakan, “Pada diri manusia ada segolongan yang dalam tauhidnya terbuka melalui perbuatan, melihat segala ciptaan ini bersama Allah swt. Diantaranya ada yang terbuka melalui hakikat, sehingga perasaannya membuang segala hal selain Allah swt, maka dia menyaksikan kesatuan (al Jam’u) secara batin melalui batin. Dan lahiriahnya, melihat lewat deskripsi keragaman.”
Al-Junayd ditanya tentang tauhid, “Aku mendengar orang bersyair:
Betapa kaya hatiku
Menjadi kaya seperti Dia
Kami sebagaimana mereka ada
dan mereka sebagaimana kami ada.”
Ditanyakan kapada Al-Junayd, “Keahlian Anda (di bidang) Al-Qur’an dan Hadis?” Al-Junayd menjawab, “Tidak. Tetapi orang yang menunggalkan-Nya meraih tauhid tertinggi dari ucapan terendah dan teringan.”